22 Oktober 2009

guratan intuisi terbungkam

saat intuisi terbungkam, tergenggam kesibukan, padat merayap seperti macet di kota besar, seperti laron mengerubungi lampu pijar, dan otak dituntut untuk sebuah sistematika, tersisksa, dan terlena lama.
tanpa tahu lagi harus menulis apa, seolah semua hal luar biasa menjadi biasa saja, seperti penulis yang tak punya cerita, seperti pelukis dan kanvas kosongnya, tanpa tahu harus menggambar sesuatu.
sedangkan penulis tanpa cerita adalah putih di depannya, dan pelukis dengan kanvas kosongnya juga demikian, sama-sama kosong,
atau sama-sama hitam?
seperti aku.
seperti serpihan kabut di depan mata, tirai mendung dibalik awan, rinai gelap dibalik malam.
intuisi, kemana kau pergi?

siang ini seperti melihat langit, seperti lama tak bersua, seperti lama tak bersenyum sapa.. langit itu merah jambu hari ini, langit itu tersenyum, langit itu membuat hari benderang, langit itu menyapa, langit itu tinggi, langit itu engga bisa aku miliki.
langit itu hanya bisa aku lihat, hanya bisa sedikit aku belai...
bumi tidak (akan) pernah memiliki langit.
walaupun mereka sama biru...

mencoba untuk menarik bebas napas, namun masih tetap saja seperti terhimpit, nikotin ini sudah terlalu banyak bersarang, ingin melepaskan bebas beban pikiran, terlalu banyak pemikiran yang sayang untuk dibuang. intuisi, sampah, ilmu, bercampur jadi satu...

mencoba untuk menyadari sesegera mungkin, kalau langit itu bukan milik bumi...
mencoba untuk menyadari sesegera mungkin, sandaran hati ada di depan mata...
lekaslah bersyukur...
dia mencintaimu(ku)...

~mencoba untuk sedikit menggurat lembar putih yang sudah lama tidak terisi, meski hanya guratan kacau, banyak meracau, melupakan sistematika karena terlalu banyak diatur sistematika...
ironisnya intuisi tidak punya sistematika!~

Tidak ada komentar: